Rabu, 15 Oktober 2014

Kelicikanku


Dulu, waktu aku masih kelas 1 SMP, kita sekelas diberi tugas kelompok oleh guru KTK untuk menghias gambar, dan aku bermaksud menghias gambar dengan cara menempeli permukaannya dengan biji-bijian yang diatur sedemikian rupa sehingga menjadi gambar bunga.

Akhirnya siang itu, aku dan teman dekatku sari, pergi mencari biji-bijian berwarna merah. Lokasi pohonnya sekitar 500m dari rumah (mudah-mudahan bener, maklum gak bawa meteran). Waktu kita lagi asik mungutin biji-bijian yang pada berjatuhan di tanah, tiba-tiba ada seorang Bapak mengendarai motor (BMM) menghampiri kami.

Dia bertanya pada kita, “de, kolam renang telaga biru dimana sih?”
Kita (gw lupa Sari pa gw sebenernya jawab) “disana pak “ sambil nunjuk arah yang dimaksud “trus masuk ke dalem”

Sebenernya percakapan berikutnya aku agak lupa tapi kira-kira gini

BMM: “anak saya mau les karate, tapi sekarang dia nya lagi berenang”

Kita berdua (Aku dan Sari): “ooh..”

BMM: “kalian berdua lagi ngapain? ikut bapak aja yuk anterin ke sana” 
kita berdua jadi bingung dan takut diculik sama ni bapak2

Aku: “Papa saya kantornya deket situ, nantik kalo kita ketemu saya takut dimarahin”

 BMM: “nanti bapak kasih uang soalnya bapak belum pernah kesana”

seperti reaksi hampir semua orang mendengar 4 huruf itu, kita berduapun mulai berubah pikiran

Akhirnya singkat cerita kita berdua mau untuk nganterin bapak itu ke kolam renang. Tibalah saat kita mesti naik motor bapak itu. Dan kita berdua menemui permasalahan “siapa yang mo duduk di tengah?” (duduk di tengah berarti duduk tepat di belakang bapak itu -red)
Setelah kita berdua berdebat karena gak ada yang mau duduk di tengah, akhirnya kita sepakat untuk suit buat menentukan, yang kalah bakal duduk di tengah.

tu..wa.. ga..suit, ternyata aku yang kalah. Akhirnya aku naik ke motor duluan, tapi.. aku langsung duduk mundur ke belakang sedemikian rupa sehingga tidak ada space lagi buat orang lain duduk di belakangku. Sari yang ngeliat keadaan itupun jadi bingung

Sari: “maju dikit Dek”

Aku: “gak mau ah”

Sari: “majuan cepet”

Aku tetep kekeuh gak mau maju, akhirnya dengan gaya pasrahnya Saripun menyerah dan duduk di tengah walaupun nyata-nyata dia menang suit tadi. Dan akupun tersenyum penuh kemenangan.
Kalau ingat tentang kisah ini, aku pasti berpikir “licik banget gw ya?..”

*Sorry ya Sar...klo lo baca note ini :) *

Antara Guru dan Tukang Sala

"Kok kakak lama2 mirip tukang sala ya..." itu pendapat mamaku waktu aku teriak-teriak mencari barang yang hilang dan pendapat itu di sambut ketawa oleh abang dan adikku. yah begitulah mungkin sudah nasib jadi bahan tertawaan.

Sebenarnya tukang sala yang dimaksud adalah mbak tukang kue keliling (MTKK) yang berjualan semua jenis kue, berhubung di rumahku ini penghuninya lebih suka sala akhirnya tukang sala pun di pilih sebagai nama panggilan MTKK ini.

MTKK adalah seorang ibu, umur 30an. Mencari penghasilan dengan berjalan kue keliling di kompleks-kompleks. Seringkali dalam sekali keliling, tidak cukup banyak kuenya yang terjual. Jadi, menurut mama, dia sampai muter lagi sampai 3 kali. Hal yang tidak pernah dilakukan oleh pedagang keliling lainnya di kompleksku. MTKK ini juga tipe pedagang yang jemput bola, kalau kita (orang rumah) belum ada yang beli dia akan berhenti di depan rumah sambil berteriak ke arah pintu "abang alif... alif.. donat lif” (alif biasanya beli donat) atau ke arah pintu rumahku “bu..sala bu.. salanya masih hangat ni”

Begitulah MTKK menginspirasiku, melihat kegigihannya aku jadi termotivasi. Melihat kehidupannya aku jadi lebih banyak bersyukur, bukan karena aku sepakat dengan mama bahwa aku memiliki kemiripan dengan tukang sala (buat catatan, dari dulu aku paling gak suka dimirip-miripin bahkan dengan Dian Sastro sekalipun, itupun kalo ada yang berpikir ke arah sana). Tapi entah kenapa, aku kagum dengan semangatnya. Sekarang aku berharap, meskipun bukan tukang sala semoga aku bisa jadi guru yang terus termotivasi dan banyak bersyukur. Senantiasa ikut mencerdaskan anak bangsa dan memperbaiki generasi muda untuk kemaslahatan umat dan negara RI yang tercinta ini,,, eehheemm.

Senin, 13 Oktober 2014

Untuk Sebuah Penantian


saat rembulan jatuh di anjungan
menimpa sisi-sisi ruang jiwa 
dan kita tertunduk tanpa kata
sama-sama menyiasati luka

wahai rindu menjelma
tahukah kau, 
kueja setiap kenangan
kudekap sebuah senyuman
untuk mendekatimu
pelan kubisikkan dalam diam
“apakah kita akan sejalan?”

hampir saja aku terlupa
untuk tersenyum pada raga
menyapa dalam derita
rindu ini sungguh menyiksa

wahai kekasih
satu dua jam bercerita di peraduan
takkan bisa membuatku bosan
saat-saat sibuk mulai melanda
masih bisakah kita bercengkrama?

kulihat gelisah menghujam
saat embun hinggap di matamu
tirus, mengguratkan perih tertahan
tatapanmu kuteguk diam-diam
untuk sebuah angan buram

dan kita, larut dalam penantian